Friday, April 25, 2008

Jazz: Ketahui dan nikmatilah …

Bagi sebagian orang, Jazz barangkali belum familiar. “Musik apa itu? Saya bahkan tak bisa mencernanya.” Begitu kata mereka. Sebaliknya, ada pula yang mengganggap “Jazz is the truly music.” Jazz itu kebebasan, kata mereka. Karena Jazz adalah improvisasi.

Benar, Jazz adalah improvisasi. Namun, kebebasan berimprovisasi dalam Jazz sebenarnya tak semudah membayangkannya, bukan?

“Improvisasi dalam Jazz harus juga dibarengi dengan pemahaman tentang apa itu Jazz,” komentar Dino, drummer Jazz Medan, yang juga sebagai instruktur musik di Sekolah Musik FARABI Medan.

So, apakah sebenarnya Jazz itu? Mari kita simak penjelasan langsung dari pakarnya: Ben Pasaribu, saat menggelar workshop sekaligus peresmian komunitas Jazz Medan [Medan Jazz Society], di Jalan Dr. Mansur [Klinik Paramita] akhir Januari lalu.

“Teknisnya, Jazz sarat dengan improvisasi. Cirinya, adalah dengan penggunaan not-not miring [blue notes],” jelas etnomusikolog, edukator cum komposer musik kontemporer yang pernah menimba ilmu musik di Connecticut Amerika Serikat [AS] itu.
Artinya, improvisasi memang merupakan aspek terpenting dalam musik Jazz. Berbeda dengan musik klasik yang tampak lebih kaku.

“Itulah kebebasan dalam Jazz,” katanya.

Secara teknis, improvisasi berarti memainkan ritme atau melodi secara spontan [terkadang] tanpa persiapan. Inilah yang disebut dengan “jam session”.
“Dalam ‘jam session’, biasanya akan ketahuan siapa musisi Jazz sebenarnya. Musisi Jazz sebenarnya akan tampil lebih ekspresif dalam berimprovisasi. Ia tidak akan terpaku pada notasi yang sudah jadi, seperti yang dilakukan kebanyakan pemain musik klasik,” jelas Ben.

Lebih lanjut Ben menjelaskan, dalam sebuah “jam session” seorang musisi Jazz sejati tak akan pernah mengulangi nada yang sama dalam dua kali improvisasi. “Jika demikian, itu artinya membohongi diri sendiri,” jelasnya.

Namun, ada kalanya juga jazz absen dari improvisasi. Ini biasanya terjadi di saat jazz dimainkan dalam format orkestra; [Big Band], yang mengadopsi performa musik klasik.

Komunikasi

Kebebasan improvisasi dalam Jazz memiliki persepsi tersediri bagi Erucakra Mahameru, gitaris Jazz asal Medan yang juga pernah menimba ilmu di Berklee College of Music Amerika Serikat.

Eru sendiri mengaku butuh waktu lama untuk memahami apa sebenarnya improvisasi dalam Jazz. Hal itu baru ia fahami betul dari gurunya ketika ia masih menimba ilmu Jazz di Berklee College.

“Meski guru saya telah mengingatkan saya bahwa Jazz itu pada praktiknya adalah ‘komunikasi’, tapi sebenarnya butuh waktu lama buat saya untuk bisa mempraktikkannya,” jelas Eru.

Pertanyaannya, apakah sebenarnya pengertian “komunikasi” dalam Jazz itu?. Eru mejelaskan, improvisasi dalam sebuah “jam session” Jazz pada praktiknya ibarat dialog atau komunikasi. Artinya, sesama musisi seharusnya memiliki kemampuan untuk saling “bertanya” dan “menjawab” lewat instrumen musik.

Improvisasi dalam Jazz adalah komunikasi yang sambung menyambung. Saling tanya dan menjawab.

Eru menggambarkan, jika misalnya dalam sebuah “jam session” seorang musisi memainkan [“menanyakan”] sebuah harmonisasi melodi dalam kunci A [misalnya], maka pemain lain harus mampu “menjawabnya” dengan melodi harmonisasi tanpa mengulangi nada yang telah dimainkan.

“Jika seseorang menanyakan A, maka harus dijawab dengan A juga. Tanpa ada pengulangan. Melainkan, memperkaya yang sudah komposisi yang telah dimainkan sebelumnya,” jelas Eru.

Akar

Berbicara tentang Jazz secara teknis memang tidak akan ada habisnya. Apalagi jika menelisik perkembangan Jazz yang juga memiliki banyak aliran tersendiri, seperti Swing, Bebop, Acid, Fusion, Big-band, Free Jazz [Avant – Garde] atau Jazz Garda Depan.

Itu belum termasuk pengadaptasian Jazz ke dalam genre musik lainnya. Pengadaptasiannya ke dalam irama Latin [Bossanova, Rumba, Salsa, Tango dan masih banyak lagi], misalnya.

YA, musik memang universal. Jazz sudah membuktikannya. Namun terlepas dari aspek musikalitasnya, muncul pertanyaan lagi: “Dari manakah Jazz berasal?”

Berdasarkan aspek sosio –culturalnya, Jazz tak bisa dilepaskan dari sejarah kelam Afro – Amerika. Literature tentang sejarah Amerika mencatat, sebelum Abraham Lincoln mengeluarkan amandemen “Slavery Abolition Movement” pada 1863, perbudakan masih merupakan bisnis yang dilegalkan di Amerika.

Sayangnya, meski Abraham telah mengeluarkan amandemen itu, toh slogan “Black is black” masih tetap berlaku di Amerika. Artinya, yang “hitam” tak akan pernah menjadi “putih”.

Itu artinya lagi bahwa rasialisme menjadi hal yang sangat penting dibicarakan dan diperjuangkan di Amerika hingga abad ke- 20. Dan, Jazz terlibat di dalamnya.
Kelahiran Jazz juga tak bisa lepas dari latar belakang aspek socio–musikologisnya.
Etnomusikolog Ben Pasaribu menjelaskan, budak-budak dari Afrika yang sudah menetap dan turun-temurun di Amerika tak pernah lepas dari tradisi musikal mereka.

Misalnya, dalam hal teknik bernyanyi yang secara kontur melodik bersifat ‘falling strain’. Inilah yang kemudian menjadi asal muasal ‘blues’, ‘gospel’ dan ‘spiritual’ yang kelak menjadi akar kuat kelahiran Jazz.

Setidaknya mulai terlihat apa apa makna di balik slogan Jazz yang berbunyi: “Sebelum menikmati Jazz, sebaiknya ketahui dulu apa itu Jazz.”

Namun ada baiknya juga menyimak apa kata Duke Ellington suatu kali: “Aku tak mengerti Jazz. Tapi, nikmati sajalah …”

***

Inilah Mereka; Virtuoso Jazz itu

Berikut adalah beberapa nama besar yang turut membesarkan Jazz. Jangan lihat warna kulitnya. Tapi, tanyakan mengapa Jazz mendunia [karena andil besar mereka]?

Louis Armstrong

Peniup terompet cum penyanyi dengan suara khas kelahiran New Orleans, 4 Agustus 1901, [wafat di New York, 6 Juli 1971] ini memiliki Andil besar dalam sejarah perkembangan Jazz di dunia.

Kepiawaian Armstrong dalam menggubah komposi Jazz membuatnya menjadi salah satu virtuoso Jazz dunia.

Anda pasti pernah mendengar repertoirnya: “What A Wonderfull World”, salah satu karya abadinya. Atau, “Hello Dolly”, “On the Sunny Side of the Street”, “When You’re Smiling”, “Jeepers Creepers” dan Mack the Knife.

Kebesaran Jazz di New Orleans bisa disebut karena peran Louis Amstrong, yang khas dengan karakter vokalnya parau dan berat itu. Huh! Viva Luois!

Duke Ellington

Pianis dan pencipta lagu kelahiran Washington D. C, 29 April 1899 [wafat pada Mei 1974] ini sudah mulai belajar piano [aliran “ragtime”] pada usia 7 tahun di Washington, Philadelphia dan Altantic City.

Ia mulai bermain di berbagai café dan club di sekitar Washington. Ia sangat menikmati pekerjaan ini. Buktinya, ia menolak beasiswa ke sekolah seni Pratt Institute di Brookyn pada 1916. Dan keluar dari Armstrong Manual Training School.

Dari 1917 sampai 1919, Ellington bekerja sebagai tukang cat di siang hari dan bermain Jazz pada malam hari.

Kelompok musik pertamanya adalah The Duke’s Serenaders; beranggotakan Otto Hardwick, Arthur Whetsel, Elmer Snowden, dan Sonny Greer.

Charlie Parker

Saksofonis, kelahiran 29 Agustus 1920 [wafat 12 Maret 1955) banyak memiliki andil terhadap perkembangan Jazz dan para pemusik Jazz generasi selanjutnya.
Parker, yang dijuluki “Bird” atau “Yardbird”, sering disejajarkan dengan Louis Armstrong dan Duke Ellington, sebagai musikus jazz yang legendaris.

Kemampuan improvisasinya tidak tertandingi pada jamannya. Selain itu, pemikiran-pemikiran inovatifnya mengenai harmoni dan melodi menjadi dasar aliran “bebop”.

Sayangnya, ia meninggal pada usia muda akibat pengaruh obat-obatan.

Dizzy Gillespie

Dizzy merupakan salah satu perintis ”Afro-Cuban Jazz”. Kelebihannya ialah kemampuannya berimprovisasi dengan menambah lapisan-lapisan harmoni yang kompleks, yang sebelumnya belum dikenal dalam dunia Jazz.

Selain itu, ia juga lihai bernyanyi “scat”. Ciri khasnya, memainkan trompet dengan badan dibengkokkan. Pipinya yang mengembang bila bermain trompet.
Selain itu, sifatnya yang ramah sangat menarik minat banyak orang menjadi tertarik pada Jazz.

Miles Davis


Pemain terompet kelahiran 26 Mei 1926 [wafat 28 September 1991] ini dikenal sebagai salah satu virtuoso Jazz paling berpengaruh bagi perkembangan Jazz pada abad ke – 20.
Namanya disejajarkan dengan sederetan pemain trompet jazz: Buddy Bolden, Joe “King” Oliver, Louis Armstrong, Roy Eldridge dan Dizzy Gillespie.

Pemimpin band sekaligus dan komponis ini berperan besar dalam mengembangkan “modal jazz” dan “jazz fusion”. Davis juga menjadi simbol potensi komersial musik Jazz.

Selain itu, jika kekuatan utama Duke Ellington terletak pada soal kepiawainnya dalam menggubah komposisi Jazz dan memimpin band, maka kekuatan utama Davis adalah keahliannya dalam mengumpulkan para musisi berbakat ke dalam grup-grup. Lalu, memberi mereka tempat untuk berkembang. [Tonggo Simangunsong - Berbagai Sumber]

No comments: