
“Kami bukan band idealis. Kami hanya merasa pas dengan aliran musik seperti ini. Mungkin belum saatnya bagi kami untuk berpikir komersil,” demikian ujar Judi, sang bassis Most Pit yang rutin latihan di Studio Lowrey Musik Studio (Simpang Kampus USU) Medan itu.
Mosh Pit digawangi lima personil yang sebagian adalah mahasiswa dan seorang sarjana ekonomi: Irul, gitaris. Empat personil lainnya: Eko (gitar) Dudi (bass), Raja (drum) dan Indra (vokal). Dibentuk sejak 2003, dengan obsesi ingin tampil diakui dengan aliran musik yang sebenarnya sangat jauh dari komersialisasi itu.
“Aliran musik kami adalah Metal Core,” ujar Indra, sang vokalis. “Tapi bukan berarti kami tidak ingin menjadi band besar dengan aliran yang mungkin tidak semua orang menyukainya. Itu terserah mereka. Yang penting, inilah kami,” lanjutnya.
Metal Core, seperti yang diutarakan para personil Most Pit, merupakan aliran metal yang banyak bermain dengan komposisi melodi lincah sehingga membentuk formasi rhytm yang selaras dengan hentakan beat, didukung dengan vokal lantang nan histeris.
“Komposisi musik Metal Core banyak bermain –istilahnya—dengan biji-biji melodi gitar cepat. Meski suara vokalnya lantang, tapi lirik kita tidak sesangar yang dibanyangkan kebanyakan orang, yakni lirik mistis. Tidak,” ujar Judi.
Selain itu, Mosh Pit mengaku tidak juga identik dengan karakter band metal yang sering diidentikan dengan karakter aneh juga. Semisal, sering mengadakan ritual-rutual aneh, seperti menggigit leher burung merpati hingga nyaris putus dan memuncratkan darah di panggung.
“Tidak. Tidak sampai sesadis dan seseram itu. Apalagi harus menyakiti binatang. Kami bermain musik untuk mengekspresikan diri kami,” ujar Indra. “Lagi pula, kami juga memikirkan bagaimana agar nanti kami bisa menjadi band yang bisa diakui,” sambungnya.
Meksi tampaknya mustahil, tapi Most Pit tetap optimis. Hal it mereka buktikan dengan karya mereka selama hampir empat tahun eksis. “Saat ini kami sedang mempersiapkan album perdana kami,” ujar mereka.
Beberapa lagu ciptaan mereka di antaranya sudah sering mereka perdengarkan pada even-even musik metal di Kota Medan, seperti “Dream For Our Existence”, “One Day I Die” dan “Innocent Hate”.
“Tema-tema musik kami lebih mengarah pada kehidupan dan cinta. Jangan salah persepsi jika kami mengalunkannya lewat musik metal, “ujar band yang masih berjalan di jalur indie itu.
Ketika ditanya soal kepuasan apa yang mereka alami saat memainkan musik mereka itu, dengan kompak mereka menjawab,” Kami merasa puas ketika kami main, ada penonton yang tergerak hatinya untuk moshing (ritual menggerak-gerakkan kepala dan badan ke depan –Red). Itu artinya, kami berhasil menciptakan Most Pit (ruang untuk moshing –Red),” ujar mereka tersenyum.
No comments:
Post a Comment