Tuesday, March 18, 2008

The Ordinary: Biasa tapi Tak ingin Biasa-biasa Saja


Walau “The Ordinary” menyebut band mereka “biasa-biasa” saja, tetapi obsesi mereka ternyata “tak biasa-biasa saja”. Mereka ingin musik mereka diterima dan mendapat apresiasi dari penikmat musik, justru dengan “kebiasaan” mereka itu. Bukan hanya di Medan, tetapi juga di label nasional.

Obesesi “The Ordinary”, band yang digawangi Kalead (vokal/gitar), Indra “Jo” dan Penta “pe’ne” (bass) ini, kedengarannya memang mustahil melihat tak banyak band Medan yang lolos menembus label nasional. Namun demikan, mereka tetap optimis.

“Kami juga ingin band kami dikenal luas,” ujar Pe’ne menyebut band yang sudah mereka bentuk sejak Oktober 2005 itu. Selain itu, kata Pe’ne, meski “The Ordinary” menganggap diri “biasa-biasa saja”, namun bukan berarti perjalanan band mereka ke depan akan tetap biasa-biasa saja. “Cukuplah penampilan kami saja yang biasa-biasa saja,” ujar mereka kompak.

Nama “The Ordinary”, kata Indra, memang dicaplok dari karakter pesonilnya. Mereka lebih suka menyebutnya “The Ordy”. “Kami dengar sudah ada, nama band yang sama dengan band kami. Makanya, kami lebih suka menyebutnya begitu,“ ujar Indra, sang drumer.

“Ya, seperti karakter kami yang biasa-biasa saja, itulah alasan mengapa kami menamai band kami “The Ordinary,” timpal Pe’ne, sang basis berambut kribo itu.

“The Ordy” kini sedang menggarap persiapan mini album mereka. Mini album inilah yang nantinya akan mereka lempar ke radio-radio dan dapur-dapur rekaman. Ada lima lagu yang telah mereka rekam, yang semua liriknya menggunakan bahasa Inggris. Proses penciptaanya, seperti kata Kalead, berlangsung selama tiga bulan.

“Saat ini masih lima lagu yang kami garap. Tap sebenarnya masih ada lima lagu lagi yang akan kami rampungkan di awal 2008 nanti,”ujar Indra. Dia menjelasakan, semua lagu diciptakan bersama-sama oleh personil; mulai dari konsep lagu dan lirik.

Kelima lagi itu: That’s OK, Vergie, Waiting, 24 dan Untittled, masih dominan menceritakan tema-tema cinta. Seperti pada lagu “That’s OK”, kata PE’ne, lagu ini adalah sebuah spirit ketika tak sedikit orang yan putus cinta.

“Putus cinta bukanlah akhir segalanya. Makanya, that’s ok... Itu tidak masalah. Jalani saja hidup ini. Bermain musik adalah salah satunya,” ujarnya menggurui. Kata PE’ne, putus cinta sendiri sudah pernah ia alami. “Saya pikir semua orang pernah putus cinta,” tambahnya tertawa.

Sayangnya, kelima lagu itu semuanya menggunakan lirik berbahasa Inggris. Bukankah itu akan menjadi penghalang kedekatan mereka dengan pendengranya, yang tak semuanya mengerti dengan lagu mereka. Atau, apakah ini merupakan trik untuk numpang keren, seperti beberapa band terkenal yang sudah akrab menggunakan liri-lirik berbahasa Inggris?

“Ini bukan untuk sekadar keren-kerenan. Tapi, kayaknya kami lebih senang dengan lirik berbahasa Inggris. Alasan lain, kan sudah banyak band-band yang menggunakan bahasa Indonesia, mengapa kita tidak coba versi bahasa Inggris? Manatahu band kami nanti mendunia,” ujar mereka tertawa.*

No comments: