Tuesday, March 18, 2008

OFUNK Percussions: Kreatifitas tanpa batas…


Jika Anda mendengar musik yang dimainkan Ofunk Percussions, barangkali memori musikal Anda akan teringat pada Sapri Duo, yang khas dengan hentakan bunyi-bunyian alat musik pukul yang sengaja digubah untuk menyemarakkan suasana; baik itu pesta maupun perhelatan akbar lainnya seperti pembukaan even olahraga atau sejenisnya. Ya, inilah Ofunk, yang tampaknya tak ingin ikut-ikutan mengikuti arus musik yang sudah ramai di kalangan anak band Medan. Salah satu contohnya, musik mereka nyaris tanpa sentuhan elektronik maupun elektrik.

Akan tampak sepele kesannya jika melihat alat musik apa yang dimainkan enam anak muda Medan [Fauzi, Fadlan, Abro, Uki, Iem dan Putra] ini. Ya, namun setidaknya mereka mereka telah membuktikan kreatifitasnya. Inilah ekeperimen musik mereka yang unik, kalau boleh dikatakan demikian: ember bekas, tong kaleng, ember cat bekas, tong sampah kaleng, tabung AC mobil bekas dan besi sisa onderdil mobil yang dicomot dari bengkel; semuanya dikemas menjadi alat musik yang bisa menghasilkan irama menghentak, menggenderang, membuat seisi ruangan hingar bingar dan riuh.

Untuk konsep musik Ofunk sendiri, Fauzi menjelaskan, musik mereka memang sengaja diaransmen sebagai musik pembuka sebuah acara. “Musik intro begitulah kalau bisa disebut. Atau musik pembuka sebuah acara. Biasanya kita main di awal dan di akhir acara. Ya, kita ingin membuat acara agar berkesan lebih semarak dan semangat. Itulah musik kami,” ujarnya.

Kreatifitas musik Ofunk memang boleh dikatakan sebuah gebrakan baru untuk Medan, meski di Jawa sendiri grup musik seperti sudah lama ada; seperti Tata Lo Percussions atau Ozen Percussions misalnya, yang ternyata cukup mendapat respon dari berbagai kalangan khususnya penikmat musik.

Dan belakangan kita ketahui muncul juga grup musik yang sama di Medan, seperti “The Bamboes”, yang menamakan musik mereka sebagai “Musik Sampah”, yang juga nyaris menggunakan alat musik yang sejenis. Bedanya grup musik yang digawangi oleh sekumpulan anak-anak jalanan Medan itu masih menggunakan gitar dan vokal layaknya grup musik yang sudah sering kita dengar.
“Oppung”

Bagaimana sebenarnya awalnya Ofunk berdiri? Fauzi, salah satu personilnya menjelaskan, awal pembentukan grup ini sebenarnya tak pernah direncanakan sama sekali. “Istilahnya tak terencanalah,” ujar lelaki yang sekaligus memegang peranan penting sebagai pelatih dan manejer grup yang dibentuk awal 2006 itu.

Idenya pembentukan Ofunk, kata Fauzi, muncul sekali waktu ketika sekolah MAN 1, di mana lima personil Ofunk lainnya saat itu sekolah [Fadlan, Abro, Uki, Iem dan Putra] hendak mengadakan acara menyambut perpisahan siswa. Waktu itu, pertengahan Februari, anak-anak sedang sibuk merencanakan sesi acara tahunan itu.

“Nah, di situlah muncul ide untuk mengadakan sebuah acara musik yang nantinya diharapkan akan tampil lain dari yang lain,” ujar Fauzi yang selain memegang peran sebagai pemain, juga pelatih dan pengelola grup yang sering ngumpul latihan di Jalan A Hakim Gg Sendok No 1 ini.

Yang lain dari yang sudah biasa itu, tak lain, adalah penampilan atraksi musik mereka yang tidak menggunaka alat musik yang sudah awam dikenal orang banyak, seperti gitar, bass, keyboard, drum, atau alat musik konvensional sejenisnya. Lalu apakah itu?

Melainkan alat musik yang mereka namakan “semi daur ulang”, yakni sekumpulan barang-barang rongsokan yang tidak berguna yang pada akhirnya menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi Ofunk. Mengapa tak menggunakan alat musik konvensional saja? Fauzi mungkin bercanda dengan alasan yang satu ini, “Kami tak sanggup membeli alat musik yang harganya sangat mahal,” jawabnya dengan tersenyum.

Tak berhenti sampai di situ, seusai acara perpisahan itu, keenam anak muda ini akhirnya sepakat membentuk grup resmi yang awalnya hanya untuk tampil sementara itu. Nama grup itu mereka beri nama OFUNK, yang merupakan plesetan dari kata “oppung” – yang dalam bahasa Batak berarti kakek atau nenek.
Mulai berani

Ibarat gayung bersambut, penampilan perdana Ofunk di MAN 1 lantas mendapat respon. Undangan untuk tampil pada acara-acara sejenis pun mulai bermunculan. Atraksi musikal selanjutnya mulai bergeser dari lapangan sekolah, tapi juga mengisi acara untuk hiburan publik. Setelah tiga bulan berbenah diri dengan konsep musik yang dirasa sudah cukup matang, Ofunk pun mulai memberanikan diri untuk beratraksi atas undangan sebuah “even organizer”, yang acaranya berlangsung di Sun Plaza, Medan.

“Sejak itu, grup kita pun mulai dikenal,” ujar Fauzi. Tak lama kemudian, Ofunk juga mulai memberanikan diri untuk tampil mengukuti ajang loba kreatifitas yang saat itu di gelar oleh Radio Prambors Medan. “Waktu itu kami dapat juara satu,” kata Fauzi bangga. Ajakan untuk berkolaborasi pun mulai berani diterima. Semisal, pernah berkolaborasi dengan DJ Rico, yang mencoba berekperimen dengan menggabungkan musik elektronik.

Ketika ditanya apa obesesi Ofunk ke depan, Fauzi mengatakan Ofunk tak ingin menggantungkan obesesi berlebih-lebihan. “Untuk bisa eksis di Medan saja, kami pikir kami sudah cukup. Kami tak ingin terlalu mengharapkan nama besar. Yang penting berkreasi dululah. Soal itu nanti sajalah dulu,” katanya dengan santai.
Sejauh ini nama Ofunk mungkin sudah tak asing lagi di telinga pecinta musik Medan. Setidaknya itulah hasil yang mereka banggakan dengan kreatifitas mereka. “Kami bangga bisa menciptakan sebuah ide musik yang mungkin belum pernah dipikirkan anak Medan selama ini. Kami bangga bisa memulainya,” kata Fauzi.*

No comments: